Ruang publik tanpa asap rokok!

Ketika membuka-buka dashboard blog ini, aku perhatikan hari ini banyak yang nyasar ke sini melalui search engine dengan memakai kata kunci “hari anti tembakau” dan coretanku tanggal 31 mei 2008 lalu paling banyak dikunjungi hari ini. Waktu itu aku membuat coretan untuk memperingati hari anti tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei dengan judul “hari anti tembakau sedunia”.  Nah, tahun ini untuk memperingati hari tersebut aku “sumbangkan” sebuah coretan, semoga para smoker lihat-lihat tempat kalau mau ngudut… tidak ngudut sembarangan! Wong ndeso!

Ruang publik tanpa asap rokok!O ya, dukung dong ratifikasi (Framework Convention on Tobacco Control-FCTC), klik di sini untuk ikutan.

Biaya kesehatan akibat rokok

rokok-membunuh

Di bawah ini berita soal petisi yang sedang digalang untuk mendorong pemerintah dan DPR meratifikasi FCTC.

——————————————————————————–

ROKOK

Presiden dan DPR Didesak Ratifikasi FCTC

Kompas. Jumat, 6 Februari 2009 | 00:44 WIB

Jakarta, Kompas – Presiden dan DPR didesak oleh berbagai kalangan untuk segera meratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control. Sudah saatnya pemerintah bertindak tegas mengingat promosi dan iklan rokok semakin masif terhadap anak- anak dan remaja.

”Saat ini pemerintah digugat Koalisi LSM Antitembakau ke pengadilan karena belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC),” kata Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam acara peluncuran website petisi dan talkshow aksi sejuta dukungan masyarakat mendesak regulasi pengendalian tembakau di Jakarta, Kamis (5/2).>kern 251m<

Akan tetapi, hingga saat ini meski sudah digugat oleh Koalisi LSM ke pengadilan karena belum meratifikasi FCTC, tampaknya pemerintah belum menunjukkan kepedulian akan dampak rokok. Padahal, biaya kesehatan akibat merokok mencapai 5,1 kali lipat daripada penerimaan cukai negara (biaya kesehatan akibat rokok Rp 180 triliun).

”Yang paling menderita adalah remaja dan anak-anak karena tingkat konsumsi di kalangan yang tergolong ’rentan’ ini peningkatannya termasuk tercepat di dunia yaitu 14,5 persen. Bahkan untuk usia 5-9 tahun peningkatan konsumsi rokok mencapai 4 kali lipat,” kata Tulus.

Arief Rahman, praktisi pendidikan dari Perguruan Diponegoro, menyatakan, 70 persen orang miskin itu merokok. Karena itu, orang miskin harus diberdayakan dan dipahamkan mengenai bahaya rokok sehingga mereka juga bisa mengawasi perkembangan anak-anak mereka agar tidak merokok.

Kelemahan dan ketidakberdayaan pemerintah ditambah dengan ekspansi industri tembakau yang begitu masif jelas membuat banyak pihak khawatir. Bentuk kekhawatiran itu kian mengkristal dan kemudian tertuang dalam suatu petisi dari tokoh publik, mulai dari politisi, agamawan, olahragawan, budayawan/sastrawan, akademisi, dan lain-lain.

”Petisi ini tak akan berhenti di sini saja, tetapi akan kami galang hingga mencapai setidaknya satu juta dukungan dari seluruh warga Indonesia. Penggalangan ini akan kami fasilitasi dalam sebuah website yang bertajuk www.lindungikami.org,” kata Tulus. Secara teknis, hasil penggalangan via petisi ini akan diserahkan kepada presiden dan DPR. (LOK)

Tanya kenapa

Tanya kenapa Baca lebih lanjut